(* Latar Belakang Dan Asal Mula Suku Dayak
Tunjung(Tonyooi Rentenukng)
a. Sejarah
Tidak ada
data tertulis tentang asal usul Suku Dayak Tunjung ini. Kita dapat mengetahui
asal usul mereka hanya dari cerita-cerita rakyat dari orang-orang tua yang
didapat secara turun temurun. Konon menurut cerita Suku Dayak Tunjung ini
berasal dari dewa-dewa yang menjelma menjadi manusia untuk memperbaiki dunia
yang sudah rusak yang terkenal dengan sebutan “Jaruk’ng Tempuq”. Jaruk’ng
adalah nama dewa yang menjadi manusia dan Nempuuq atau Tempuuq berarti terbang.
Nama suku
Dayak Tunjung ini menurut mereka adalah Tonyooi Risitn Tunjung Bangkaas Malikng
Panguruu Ulak Alas yang artinya Suku Tunjung adalah paahlawan yang berfungsi
sebagai dewa pelindung. Nama asli suku Tunjung ini adalah Tonyooi. Sedangkan
kata Tunjung sendiri dalam bahasa dayak Tunjung adalah “Mudik” atau menuju arah
hulu sungai. Ceritanya demikian. Pada suatu hari Seorang Tonyooi Mudik dan
bertemu dengan orang Haloq (Sebutan Suku Dayak kepada seseorang yang bukan
dayak dan beragama Muslim) kemudian Haloq tersebut bertanya pada Tonyooi ingin
pergi kemna, kemudian si Tonyooi Menjawab “Tuncuuk’ng”, maksudnya mudik. Orang
Haloq lalu terbiasa melihat orang yang seperti ditanyainya tadi disebut
“Tunjung” dan hingga sekarang namanya tersebut masih dipergunakan.
b. Penyebaran
Sesuai dengan
ceritalegenda dayak kubar, Sualas Gunaaq (keturunan tunjung) menjadi Raja ke II
Kerajaan Sentawar dimana keturunan Suku Tunjung diamni., sebelumnya ayahnya
yang bernama Tulur Aji Jangkat. Tetapi karena Tekanan Kerajaan KUtai
Kertanegara serta larangan pemerintah Belanda tentang kebiasaan (adat) mereka
mengayau (memotong kepala), lalu suku Dayak Tunjung ini berpindah dan menyebar
kepedalaman atau tempat yang berjauhan satu sama lainnya. Akibat penyebaran itu
terjadilah sedikit perbedaan logat bahasa dan wujud kebudayaan, tetapi tidak
begitu mendasar. Akibat penyebaran ini sehingga terjadi berbagai macam jenis
yaitu:
1.
Tunjung
Bubut, mereka mendiami daerah Asa, Juhan Asa, baloq Asa, Pepas Asa, Juaq Asa,
Muara Asa, Ongko Asa, Ombau Asa, Ngenyan Asa, Gemuhan Asa, Kelumpang dan
sekitarnya.
2.
Tunjung Asli,
Mendiami daerah Geleo (baru dan Lama)
3.
Tunjung
Bahau, Mendiami Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Sekolaq Muliaq, Sekolaq Oday,
Sekolaq Joleq dan sekitarnya.
4.
Tunjung
Hilir, mendiami wilayah Empas, Empakuq, Bunyut, Kuangan dan sekitarnya.
5.
Tunjung
Lonokng, mendiami daerah seberang Mahakam yaitu Gemuruh, Sekong Rotoq, Sakaq
Tada, Gadur dan sekitarnya.
6.
Tunjung Linggang,
mendiami didaerah dataran Linggang seperti Linggang Bigung, Linggang Melapeh,
Linggang Amer, Linggang Mapan, Linggang Kebut, Linggang Marimun, Muara Leban,
Muara Mujan, Tering, Jelemuq, lakan bilem, into lingau, muara batuq dan wilayah
sekitarnya.
7.
Tunjung
Berambai, mendiami Wilayah hilir sungai Mahakam seperti Muara Pahu, Abit,
Selais, Muara Jawaq, Kota Bangun, Enggelam, Lamin Telihan, Kembang janggut,
Kelekat, dan Pulau Pinang.
c. Sistem
Kekerabatan
Prinsif
kekerabatan yang dianut oleh suku dayak tunjung ialah prinsif bilateral, yang
menghitung system kekerabatan dari pihak pria maupun wanita. Setiap individu
termasuk dalam kekerabatan ayah dan ibunya, anak-anaknya mempunyai hak dan
kewajiban yang sama terhadap keluarga pihak ibu maupun ayah.
Kelompk kekerabatan
suku dayak tunjung terikat oleh hubungan kekerabatan yang disebut Purus.. purus
dihitung berdasarkan hubungan darah dan hubungan yang timbul melalui
perkawinan. Kelompok kekerabatn yang diperhitungkan melalui purus disebut
batak. Individu yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dalam suatu kelompok
disebut sebatak (batak tai) dan yang bukan disebut batak ulunt.
Perkembangan
desa yang berasal dari sebuah rumah panjang (Luu) masih tetap mengikat penduduk
menjadi suatu komunitas desa. Pada masyrakat dayak Tunjung juga terdapat
pelapisan social yang dibedakan dengan tajam sekali ketika susunan pemerintahan
desa adat (jaman lamin kuno) masih berlaku. Hilangmya pelapisan social adalah
pengaruh masuknya pemerintah belanda kedaerah tempat orang-orang dayak
bermukim. System perbudakan yang ada dihapuskan bersamaan dengan pelarangan
potong kepala (mengayau) yang dalam bahasa tunjung disebut balaaq. susunan
pelapisan social masyarakat tunjung pada jaman dulu adala:
1.
Hajiiq
(Golongan Bangsawan), mereka terdiri dari raja beserta keturunannya,
pemengkawaaq (pengawal raja) dan mantik tatau ( bawahan pemengkawaaq yang
berhubungan langsung dengan rakyat) dengan semua keturunanya.
2.
Merentikaq
merentawi disingkat merentikaq (golongan merdeka atau golongan biasa) mereka
tidak termasuk golongan hajiq ataugolongan hamba sahaya. Golongan merentikaaq
ini mempunyai hak untuk menarikan Tarian Calant caruuq, karena mereka keturunan
asli dari Sengkereaq.
3.
Ripat (hamba
sahaya), golongan ini mengabdikan diri pada Golongsn hajiiq.
d. Sistem
Religi
Agama asli
suku dayak tunjung adalah Animisme, mereka percaya kepada roh-roh, yaitu roh
yang baik dapap memberikan perlindungan dan keselamatan sedangkan roh jahat
suka menggangu manusia. Roh jahat terkadang dijadikan sahabat. Pandangan mereka
bila roh jahat itu telah menjadi sahabat, maka roh tersebut dapat disuruh untuk
membinasakan lawannya. (Black Magic). Orang yang dapat berhubungan dengan para
roh disebut belian (Dukun Pawang) dan menjadi pemimpin upacara-upacara
tradisional suku dayak tunjung. Dalam melaksanakan upacara adat, pemeliatn
menggunakan pakain (yurk) tampa memakai baju. Warna pakaian (yurk) ini adalah
putih yang dbuat dari kain koplin atau belacu yang dihiasi dengan kain warna
warni (merah, biri, hitam, kuning, hijau) berbentuk garis-garis dan daun-daun.
Patung belontang digunakan dalam upacara buang bangkai (kwangkai) berbentuk
seorang manusia dan ada pula patung yang digunakan untuk pelas desa (bersih
desa) berbentuk tiang (tonggak) yang diukir berbentuk guci terdapat ukiran
berbentuk bunga teratai. Rata-rata tinggi patung sekitar 1 meter stngah dan
diameternya kurang lebih 30 cm. Suku dayak tunjung mengenal beberapa macam roh
jahat atau yang disebut nayu: a. Nayu Ramoy Nalok, yaitu roh jaha yang haus
akan darah. Roh ini dijadikan sahabat unutk mendapatkan kekuatan. b. Juata
Nayu,yaitu roh buaya yang digunakan untuk membalas dendam. c. Bintuhn Molu
(hantu banci) roh yang selalu iri dengaki dengan kaum ibu-ibu yang melahirkan.
Roh ini dapat membinasakan bayi dan ibunya. d. Nayu Mulang yaitu roh musuh yang
suka mengayau. Bila roh ini menampakan dirinya maka berarti aka nada malapetaka
atau bahaya.
(*Pakaian Adat Khas Suku
Dayak Tunjung
Hemmm…. sebenarnya saya masih
penasaran,, gimana sih ukiran khas dari suku Dayak Tunjung ini.. Yapp…. Suku
dayak Tunjung y7ang berkerabat dekat dengan Dayak Benuaq.
Seperti halnya suku Dayak Kenyah, Dayak BAhau, Dayak Kayan dan lain-lain, memiliki kekhasan dalam ukiran-ukiran baik yang tergambar dalam pakaian adat, perisai ataupun lamin-lamain adatnya.
Seperti halnya suku Dayak Kenyah, Dayak BAhau, Dayak Kayan dan lain-lain, memiliki kekhasan dalam ukiran-ukiran baik yang tergambar dalam pakaian adat, perisai ataupun lamin-lamain adatnya.
(*Budaya tutur intootn suku Dayak nyaris punah. Tergusur
modernisasi dan kurangnya minat generasi muda.
KISAH Tengtengak diceritakan kembali olehYuvenalis
Kedoy. Mengalir lancar di tengah dinginnya angin malam dan ramai suar
serangga hutan pedalaman Kalimantan Timur. Kepala Divisi kebudayaan Yayasan
Anum Lio ini mencoba menggali ingatan tentang cerita rakyat yang sering
didongengkan sang ibu. Menggali kenangan saat dia berumur enam tahun (1980-an),
serta mengingat rengekan pada sang bunda agar mau mendongeng. "Begitulah
dulu. Karena tidak ada hiburan, kami minta dongengan dari orang tua,"
kenang Yuvenalis yang kini berusia 32 tahun, saat berbincang dengan Media
Indonesia . Dilakukan menjelang tengah malam di Kampung Bigung Baru, Kecamatan
Linggang Bigung,. Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Minggu
(30/07).
Bagi Yuvenalis, masa kanak-kanaknya penuh dengan cerita rakyat yang oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah intootn. Saat itu, cerita rakyat menjadi satu-satunya hiburan. Pasalnya, Kecamatan Linggang Bigung, tepatnya di Kampung Linggang Mapan tempat dia tinggal, belum teraliri listrik. Tidak ada radio, apalagi televisi. Kala itu, kawasan yang terletak sekitar 450 kilometer arah barat laut Balikpapan tersebut masih terisolasi.
Bagi Yuvenalis, masa kanak-kanaknya penuh dengan cerita rakyat yang oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah intootn. Saat itu, cerita rakyat menjadi satu-satunya hiburan. Pasalnya, Kecamatan Linggang Bigung, tepatnya di Kampung Linggang Mapan tempat dia tinggal, belum teraliri listrik. Tidak ada radio, apalagi televisi. Kala itu, kawasan yang terletak sekitar 450 kilometer arah barat laut Balikpapan tersebut masih terisolasi.
Kondisi itu memengaruhi ritme kehidupan suku Dayak, semisal etnik Tunjung Linggang —biasa dikenal Rentenuukng— yang mendiami dataran tinggi Linggang. Mereka bekerja mulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 15.00. Selanjutnya memasuki masa istirahat. Beratnya pekerjaan membuat orang dewasa cepat terlelap. Namun, anak-anak sering kali sulit tidur. Mereka akhirnya merengek meminta dongeng pengantar tidur. Dalam istilah mereka disebut intootn, budaya tutur atau lisan.
Bercerita tentang masa kecil, senyum Yuvenalis selalu mengembang. Namun, setelah itu, wajahnya menunjukkan keprihatinan. Maklum, kini cerita rakyat di pedalaman Kalimantan tak bisa lagi sepenuhnya unjuk diri. Modernisasi mengikis kebiasaan intootn. Dimulai 1985, bersamaan dengan masuknya PT Kelian Equatorial Mining (KEM). Dataran tinggi Linggang berkembang pesat. Memasuki 1990, pembangunan akses jalan dan aliran listrik gencar dilakukan. Sebagai perbandingan, bila dahulu lama perjalanan Balikpapan- dataran tinggi Linggang 24 jam, kini hanya dua jam. Satu jam melalui jalur udara, Bandara Sepinggan, Balikpapan, menuju Bandara Melak, Sendawar. Sisanya dilakukan menyusun jalan darat.
Produk televisi lengkap dengan antena yang langsung terhubung
ke satelit sudah bukan barang aneh lagi. Alternatif hiburan malam hari pun
bertambah. Selain tradisi tutur intootn, ada pula pukauan hiburan dari televisi
satelit yang dapat diakses 24 jam. "Daya tarik intootn tentu sudah jauh
berkurang," papar Yuvenelis.
Menjelaskan lebih jauh, antropolog lulusan Universitas Gadjah
Mada Yuvenalis Lahajir mengatakan, memasuki era-1990-an, tanda-tanda kepunahan
tradisi tutur intootn mulai tampak. "Sebab utamanya bukan pengaruh
televisi, tetapi generasi muda Linggang sendiri ternyata tidak lagi berminat
mempelajari kebudayaan tersebut," ungkap pria yang biasa dipanggil
Lahajir,
dan sejak 1980-an terus mendalami kebudayaan Dayak, Kabupaten Kutai Barat.
Ancaman kepunahan itu memunculkan gelisah. Akhirnya, lelaki berusia 49 tahun ini berinisiatif mendokumenfasikan segala cerita rakyat yang berasal dari suku Dayak di dataran tinggi Linggang. Dataran tinggi ini didiami empat etnik mayoritas suku Dayak, yakni Tunjung Linggang atau Rentenuukng, Tunjung Tengah yang juga disebut Tonyooi, Benuaq, dan Bahau.
Bagi Lahajir, tujuan pendokumentasian sangatlah sederhana. "Sebagai bahan pengingat bahwa ada suatu bentuk kebudayaan yang pernah hidup di dataran Linggang. Dan, itu sangat bernilai! "tegas lelaki yang juga menjabat sebagai Direktur Yayasan Anum Lio (YAL).
Gagasan mendokumentasikan cerita rakyat suku Dayak bukan soal gampang. Pasalnya, perjalanan peradaban kebudayaan Dayak belum sampai pada tahap membuat abjad. Artinya, sama sekali tidak ada risalah tertulis. "Semua khazanah kebudayaan Dayak diturunkan secara lisan," ungkap pria berkacamata ini.
Cerita-cerita rakyat, lanjut dia, hanya hidup di alam pikiran para tetua adat yang berusia lanjut. "Karena itu kami harus bergegas mendatangi mereka dan merekam segala cerita. Bisa jadi ketika ajal datang, cerita pun ikut menghilang."
Seiring perjalanan waktu, idealisasi pendokumentasian intootn sebagai bahan pengingat pun mengalami peningkatan. Kini, Lahajir mengingini kumpulan intootn menjadi mata ajaran kurikulum lokal di sekolah-sekolah Kabupaten Kutai Barat. "Intootn juga merupakan bagian dari kekayaan khazanah berpikir masyarakat Dayak," ujar Lahajir.
Ia juga berharap dokumentasi itu sampai ke public di luar suku Dayak. Jika kumpulan intootn ini selesai, berisikan cerita rakyat dari Kabupaten Kutai Barat.
dan sejak 1980-an terus mendalami kebudayaan Dayak, Kabupaten Kutai Barat.
Ancaman kepunahan itu memunculkan gelisah. Akhirnya, lelaki berusia 49 tahun ini berinisiatif mendokumenfasikan segala cerita rakyat yang berasal dari suku Dayak di dataran tinggi Linggang. Dataran tinggi ini didiami empat etnik mayoritas suku Dayak, yakni Tunjung Linggang atau Rentenuukng, Tunjung Tengah yang juga disebut Tonyooi, Benuaq, dan Bahau.
Bagi Lahajir, tujuan pendokumentasian sangatlah sederhana. "Sebagai bahan pengingat bahwa ada suatu bentuk kebudayaan yang pernah hidup di dataran Linggang. Dan, itu sangat bernilai! "tegas lelaki yang juga menjabat sebagai Direktur Yayasan Anum Lio (YAL).
Gagasan mendokumentasikan cerita rakyat suku Dayak bukan soal gampang. Pasalnya, perjalanan peradaban kebudayaan Dayak belum sampai pada tahap membuat abjad. Artinya, sama sekali tidak ada risalah tertulis. "Semua khazanah kebudayaan Dayak diturunkan secara lisan," ungkap pria berkacamata ini.
Cerita-cerita rakyat, lanjut dia, hanya hidup di alam pikiran para tetua adat yang berusia lanjut. "Karena itu kami harus bergegas mendatangi mereka dan merekam segala cerita. Bisa jadi ketika ajal datang, cerita pun ikut menghilang."
Seiring perjalanan waktu, idealisasi pendokumentasian intootn sebagai bahan pengingat pun mengalami peningkatan. Kini, Lahajir mengingini kumpulan intootn menjadi mata ajaran kurikulum lokal di sekolah-sekolah Kabupaten Kutai Barat. "Intootn juga merupakan bagian dari kekayaan khazanah berpikir masyarakat Dayak," ujar Lahajir.
Ia juga berharap dokumentasi itu sampai ke public di luar suku Dayak. Jika kumpulan intootn ini selesai, berisikan cerita rakyat dari Kabupaten Kutai Barat.
*(SeLuk BeLuk
Suku Dayak Tunjung
·
Sejarah Singkat Mengenai asal usul
Seperti kebanyakan suku-suku Dayak pada umumnya, Suku
Dayak Tujung pada awalnya adalah suku yang belum mengenal tulisan sehiingga
tidak diketemukannya sejarah mengenai asal-usul berupa tulisan dari suku Dayak
Tunjung Ini. Kita hanya bisa mengetahuinya dari cerita-cerita rakyat dari orang
tua yang diwariskan secara turun temurun. Konon menurut cerita Suku Dayak
Tunjung berasal dari Dewa-dewa yang menjelma kedunia sebagai manusia untuk
memperbaiki dunia yang rusak.
·
Asal usul nama
Nama Suku Dayak Tunjung ini menurut mereka (Menurut Buku:
Upacara Adat Kematian Suku Dayak Kalimantan Timur) adalah Tonyooi
Risitn Tunjung Bangkaas MaLikng Panguruu ulak alas yang berarti
Suku Tunjung adalah pahlawan yang berufngsi sebagai dewa pelingdung.
Zaman sekarang Suku Tonyooi kini Lebih dikenal dengan sebutan
Suku Dayak Tunjung. Adapun arti kata Tunjung dalam bahasa Dayak Tonyooi adalah
Mudik/menuju arah hulu sungai yang kata sebenarnya adalah “Tuncukng”. Ceritanya
Demikian:
pada
suatu hari Seorang Tonyooi Mudik dan bertemu dengan orang Haloq (Sebutan Suku
Dayak kepada seseorang yang bukan dayak dan beragama Muslim) kemudian Haloq
tersebut bertanya pada Tonyooi ingin pergi kemna, kemudian si Tonyooi Menjawab
“Tuncuuk’ng”, maksudnya mudik. Orang Haloq lalu terbiasa melihat orang yang
seperti ditanyainya tadi disebut “Tunjung” dan hingga sekarang namanya tersebut
masih dipergunakan.
·
System mata pencaharian
Mulanya suku Dayak Tunjung hidupnya sebagai petani padang
yang berpindah-pindah. Disamping berladang mereka juga mencari hasil hutan
seperti dammar, rotan,sarang burung, menangkap ikan, berburu, membuat anyaman
dan kerajinan-kerajinan lainnya. Namun pada zaman sekarang mereka sudah banyak
yang berprofesi sebagai Pegawai Neger/Swasta maupun pedagang dan pejabat
pemerintah.
·
Tradisi Tonao
Seperti masyarakat Dayak umumnya, Suku Dayak Tunjung juga
terkenal dengan semangat Gotong-Royong yang disebut TONAO. Semangat
ini terlihat pada waktu membuka hutan, panen raya, membangun rumah/Lamin dan
Lain sebagainya.
Pekerjaan membuat ladang berdasarkan keadaan musim.
Biasanya bulan maret mereka mulai merintis hutan, april-mei menebang pohon (Noang
Kajuuq) dan dijemur 1-2 bulan, pada bulan juli dibakar (“ngehongkakng”
kaLo gak saLah dalam bahasa Dayak Tunjung). Agustus –September masan “Menugal”
(menanam padi). Menanam padi dilakukan hanya 1 kali dalam 1 tahun.
·
System kekerabatan
Prinsif keturunan kelompok Suku Dayak Tunjung berdasarkan
prinsif Bilateral yang menghitung hubungan kekerabatan
melalui pihak pria maupun wanita. Setiap individu dalam masyarakat Dayak
Tunjung termasuk dalam hubungan kekerabatan ayah dan ibunya, anak-anak
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap keluarga pihak ayah maupun
keluarga pihak ibunya. Prinsif keturunan Bilateral dalam Dayak Tunjung
mempunyai prinsif tambahan yaitu prinsif keturunan ambilineal yang
menghitung keturunan kekerabatan untuk sebagian orang dalam masyarakat melalui
orang laki-lakin dan sebagian lain dalam masyarakat itu juga melalui orang
wanita.
Prinsif keturunan ambilineal ini akan terwujud dalam
system penggolongan harta milik keluarga, yang dalam bahasa Dayak Tunjung
disebut Barang lama atau babatn retaaq.
Jenis-Jenis Harta dalam Keluarga:
Barang Waris :
Barang Waris adalah harta yang diperoleh dari harta yang diterima dari
orang tua sebagai harta warisan. Harta ini menjadi milik pribadi seorang suami
atau istri
Barang Mento / Retaq Mento :
jenis ini adalah harta yang diperoleh oleh suami atau isteri sebelum dia
menikah
Barang Rampuuq / Retaaq Rempuuq:
harta jenis ini adalah harta yang diperoleh atas hasi usaha bersama suami
isteri, misalnya hasil ladang atau kebun.
Penggolongan harta milik tersebut menjadi pedoman bagi
seorang Hakim adat di desa dalam menyelesaikan perselisihan yang berhubungan
dengan harta bila terjadi perceraian.
·
Purus
Kolompok kekerabatan Suku Dayak Tunjung terikat oleh
hubungan kekerabatan yang disebut denganPurus. Purus ditentukan
berdasarkan hubungan darah (Consanguity) dan hubungan yang timbul melalui
perkawinan (affinity). Kesadaran akan purus ini pada masa yang silam sangat
besar, hal ini terbukti dengan timbulnya pengelompokan yang disebut:
*Purus Hajiiq (Darah Bangsawan)
Purus Merentikaaq (Orang Biasa/orang merdeka)
Purus Ripatn (Darah Hamba sahaya)
Dari hubungan kekerabatan ini orang dapat mengetahui
jarak hubungan individu dengan kelompok atau dalam satu desa dan sifat dari
hubungan ini. Jadi hubungan kekerabatan (purus) mempengaruhi pola interaksi
individu dalam menyapa, menyebut terhadap orang yang lebih tua, lebih muda atau
sederajat.
·
Sistem Perkawinan
Perkawinan dalam masyarakt dayak tunjung ditentukan oleh
purus. Secara umum perkawinan yang diperbolehkan adalah perkawinan antara
orang-orang seangkatan yaitu saudara sepupu sederajat pertama, saudara
sepupu sederajar ketiga dan seterusnya.
·
Batak
Kelompok hubungan kekerabatan yang diperhitungkan melalui
purus disebut BATAK. Individu-individu yang masih memiliki hubungan
kekerabatan dalam suatu kelompok disebut SEBATAK(Satu Kelompok).
Dalam kelompok seorang individu dapat membedakan dengan jelas orang-orang yang
tergolong dalam kelompoknya (Batak Tai) dan orang yang bukan termasuk
dalam kelompoknya (Batak ULutn) dan dalam kegiatan tolong menolong pada
umumnya orang-orang sebatak lah yang lebih banyak datang membantu.
·
Luuq (Rumah Panjang/Lamin)
Perkembangan desa pada masa sekarang merupakan
perkembangan dari sebuah Rumah Panjang (Luuq) dan masih mengikat
penduduk menjadi satu komunitas desa. Kesatuan wilayah yaitu desa (dulu rumah
panjang) beserta perlengkapannya disebut BANUA.
·
Banua
Ikatan wilayah komunitas orang Tunjung disebut dengan
Banua. Pada masa lalu tokoh Banua adalah perintis yang mendirikan Rumah Panjang
(Luuq). Kemudia diam mempunyai pengikut dan diangkat menjadi kepala Banua yang
bergelar Merhajaaq / Marhajaq dan semua
golongan sanak saudaranya disebut denga Hajiiq yang berarti
golongan Bangsawan dan mempunyai hak turun temurun.
(*Bahasa Tunjung /
Gahan Tonyooi
v
Pada sesi ini kita akan
mempelajari mengenai Imbuhan yang ada di dalam bahasa Dayak Tunjung. BAhasa
Dayak Tunjung Juga sama dengan Bahasa Indonesia dalam penggunaannya
sehari-hari.. namun ada beberapa perbedaan seperti:
1. Penggunaan kata Di-
Penggunaan kada Di- didalam bahasa Dayak Tunjung ada sedikit perbedaan dengan Bahasa Indonesia dimana perbedaan ini tergantung pada kata apa yang ingin kita ucapkan (Kata Kerja / Kata Benda /Kata Keterangan). Ada 2 kata Di- dalam bahasa Dayak Tunjung seperti Te- dan De-.
- Te- / Di-
Jadi untuk Te- ini lebih tepat kita gunakan dalam menyatakan kata kerja. misalnya :
- dimakan = Te-nguman = Tenguman (Walaupun kata dasarnya adalah Kuman (makan), tapi yang kita pakai adalah nguman.)
- digigit = te-ngeket = tengeket
- Diminum = te-muruuq = temuruq
- dibantu = Te-ngawat= tengawat (kata dasar AWAT=Bantu)
- dipeluk = te-ngepakng = tengepakg
- dicium = te-ngenuuk = tengenuk
- dijelekan = te-ngempejai = tengempejai (kata dasar PEJAI=Jelek)
- Dibaguskan = Te-ngempore= tengempore (kata dasar=PORE=bagus)
- dibuat = te-nengaq = tenengaq
- dijemur – te-nuhiq= tenuhiq
Penggunaan kada Di- didalam bahasa Dayak Tunjung ada sedikit perbedaan dengan Bahasa Indonesia dimana perbedaan ini tergantung pada kata apa yang ingin kita ucapkan (Kata Kerja / Kata Benda /Kata Keterangan). Ada 2 kata Di- dalam bahasa Dayak Tunjung seperti Te- dan De-.
- Te- / Di-
Jadi untuk Te- ini lebih tepat kita gunakan dalam menyatakan kata kerja. misalnya :
- dimakan = Te-nguman = Tenguman (Walaupun kata dasarnya adalah Kuman (makan), tapi yang kita pakai adalah nguman.)
- digigit = te-ngeket = tengeket
- Diminum = te-muruuq = temuruq
- dibantu = Te-ngawat= tengawat (kata dasar AWAT=Bantu)
- dipeluk = te-ngepakng = tengepakg
- dicium = te-ngenuuk = tengenuk
- dijelekan = te-ngempejai = tengempejai (kata dasar PEJAI=Jelek)
- Dibaguskan = Te-ngempore= tengempore (kata dasar=PORE=bagus)
- dibuat = te-nengaq = tenengaq
- dijemur – te-nuhiq= tenuhiq
2. Kata yang memiliki makna Ambigu
Sama halnya dengan Bahasa Indonesia, didalam Bahasa Tunjung juga memiliki sebuag kata yang ambigu atau memiliki makna ganda. dalam hal ini, sebuah kata bisa jadi mengandung 2 arti. contoh:
Nengaq= kata ini mengandung 2 arti yaitu MENYISAKAN atau MEMBUAT. Jauh bukan…hehhe…. Ya ini tergantung dari bagaimana kita mengucapkan huruf “e”nya.
Jika kita mengatakan kata Nengaq (huruf e dibaca seperti huruf e pada kata leptop/depan) maka nengaq akan berarti MENYISAKAN. Tapi jika kita mengatakan kata Nengaq (huruf e dibaca seperti e pada kata bersama/kemana) maka ia akan berarti MEMBUAT.
Nyaman= kata nyaman juga memiliki makna Ambigu, tergantung bagaimana kalimat yang kita gunakan. “NYAMAN kem unya” = ” Namamu siapa” , “Nyaman ke ugai tieh” = enak banget buah ini…. hanya tergantung pada kalimat yang kita gunakan
(masih banyak sebenarnya, cuman agak lupa, tar kalo ingat baru deh diposting) heheheeh
Sama halnya dengan Bahasa Indonesia, didalam Bahasa Tunjung juga memiliki sebuag kata yang ambigu atau memiliki makna ganda. dalam hal ini, sebuah kata bisa jadi mengandung 2 arti. contoh:
Nengaq= kata ini mengandung 2 arti yaitu MENYISAKAN atau MEMBUAT. Jauh bukan…hehhe…. Ya ini tergantung dari bagaimana kita mengucapkan huruf “e”nya.
Jika kita mengatakan kata Nengaq (huruf e dibaca seperti huruf e pada kata leptop/depan) maka nengaq akan berarti MENYISAKAN. Tapi jika kita mengatakan kata Nengaq (huruf e dibaca seperti e pada kata bersama/kemana) maka ia akan berarti MEMBUAT.
Nyaman= kata nyaman juga memiliki makna Ambigu, tergantung bagaimana kalimat yang kita gunakan. “NYAMAN kem unya” = ” Namamu siapa” , “Nyaman ke ugai tieh” = enak banget buah ini…. hanya tergantung pada kalimat yang kita gunakan
(masih banyak sebenarnya, cuman agak lupa, tar kalo ingat baru deh diposting) heheheeh
3. Kata yang memiliki makna khusus
Kata khusus disini salam arti dimana sebuah kata itu hanya khusus digunakan untuk kata tertentu sedangkan hal yang dilakukan sama.
-Mencuci, dalam hal ini adalah mencuci pakaian dan memncuci piring. walaupun keduanya sama-sama dalam dalam konteks mencuci namun penggunaan kata dalam bahasa Tunjung kedaunya tidaklah sama.
Berupuk= Kata berupuk lebih tepat digunakan dalam hal “mencuci pakaian”. Jika kita mengucapkan kata “Berupuk”, maka orang pasti tau jika kita ingin mencuci pakaian.
Beroheq= Kata ini Lebih tepat digunakan dalam hal mencuci piring (alat dapur). sama halnya dengan “beroheq”, jika kita mnegatakan “beroheq” orang pasti tau kalao kita akan mencuci alat dapur.
Kita tidak bisa menggunakan kata “berupuk” jika ingin mencuci piring (alat dapur) begitu juga sebaliknya.
Kata khusus disini salam arti dimana sebuah kata itu hanya khusus digunakan untuk kata tertentu sedangkan hal yang dilakukan sama.
-Mencuci, dalam hal ini adalah mencuci pakaian dan memncuci piring. walaupun keduanya sama-sama dalam dalam konteks mencuci namun penggunaan kata dalam bahasa Tunjung kedaunya tidaklah sama.
Berupuk= Kata berupuk lebih tepat digunakan dalam hal “mencuci pakaian”. Jika kita mengucapkan kata “Berupuk”, maka orang pasti tau jika kita ingin mencuci pakaian.
Beroheq= Kata ini Lebih tepat digunakan dalam hal mencuci piring (alat dapur). sama halnya dengan “beroheq”, jika kita mnegatakan “beroheq” orang pasti tau kalao kita akan mencuci alat dapur.
Kita tidak bisa menggunakan kata “berupuk” jika ingin mencuci piring (alat dapur) begitu juga sebaliknya.
4. Kata Bantu/Kata penegas
Bahasa Dayak Tunjung juga memiliki kata bantu atau kata penegas dimana kata ini tidak mempunyai arti melainka hanya sebagai pelengkap kalimat.
-saaq = ini merupaka sebuah kata bantu yang digunakan untuk MEYAKINKAN/ KATA PENEGAS. misalnya.. Koi saaq yaq nengaq ke = kamu yang buatnya, disini kata SAAQ ingin menegaskan kalau yang harus membuat itu adalah KAMU, bukan AKU. “Iyaq saaq” = Iya dong…
-ming=biasanya Ming umumnya digunakan sebagai pelengkap kata PENYANGKALAN/TIDAK MEMPERCAYAI SESUATU namun bisa juga digunakan sebagai tanda Ketakutan jika diteriakan MiiiiiiiiiiiiiiiiiiiNG dengan sangat panjang..
-alee= juga sebagai kata pelengkap. bisanya jika ada orang yang berkata sombong.. org cendrung menggunakan kata aleeee kuq…. kurang lebih hampir sama dengan kata Ming, tidak mempercayai / tidak mengiyakan
-mam = Nah kalo kata yang ini juga diartikan sebagai kata penegas terhadap suatu benda untuk meyakinkan org yang mendengar…. misalnya sebuah yang sangat besar = Hajaq Maam (artinya kita ingin menegaskan bahwa sesuatu itu memang sangat besar). Itit maaam (artinya kita ingin menegaskan bahwa sesuatu itu memang kecil)
-ah= kalo yang ini biasanya kata pelangkap yang digunakan dalam kata tanya. Gin kepm ah? = punyamu bukan? , Bujur ah?= betul kah? ,
-eh= kata eh juga biasanya digunakan untuk pelengkap dlam kata tanya. ewah menya koq eh?? mau kemana kamu??
-pooh/puuh= biasanya digunakan untuk mengeluhkan sesuatu
-bee
-ceh/seh
Bahasa Dayak Tunjung juga memiliki kata bantu atau kata penegas dimana kata ini tidak mempunyai arti melainka hanya sebagai pelengkap kalimat.
-saaq = ini merupaka sebuah kata bantu yang digunakan untuk MEYAKINKAN/ KATA PENEGAS. misalnya.. Koi saaq yaq nengaq ke = kamu yang buatnya, disini kata SAAQ ingin menegaskan kalau yang harus membuat itu adalah KAMU, bukan AKU. “Iyaq saaq” = Iya dong…
-ming=biasanya Ming umumnya digunakan sebagai pelengkap kata PENYANGKALAN/TIDAK MEMPERCAYAI SESUATU namun bisa juga digunakan sebagai tanda Ketakutan jika diteriakan MiiiiiiiiiiiiiiiiiiiNG dengan sangat panjang..
-alee= juga sebagai kata pelengkap. bisanya jika ada orang yang berkata sombong.. org cendrung menggunakan kata aleeee kuq…. kurang lebih hampir sama dengan kata Ming, tidak mempercayai / tidak mengiyakan
-mam = Nah kalo kata yang ini juga diartikan sebagai kata penegas terhadap suatu benda untuk meyakinkan org yang mendengar…. misalnya sebuah yang sangat besar = Hajaq Maam (artinya kita ingin menegaskan bahwa sesuatu itu memang sangat besar). Itit maaam (artinya kita ingin menegaskan bahwa sesuatu itu memang kecil)
-ah= kalo yang ini biasanya kata pelangkap yang digunakan dalam kata tanya. Gin kepm ah? = punyamu bukan? , Bujur ah?= betul kah? ,
-eh= kata eh juga biasanya digunakan untuk pelengkap dlam kata tanya. ewah menya koq eh?? mau kemana kamu??
-pooh/puuh= biasanya digunakan untuk mengeluhkan sesuatu
-bee
-ceh/seh
v aku=akuq
kamu=koq
dia=saaq/uhaq
mereka=eraaq
kami ada disini =kamiiq de ditih
kalian ada dimana=kamp baq de dinya
saya mau makan =ewah kuman
lupa=likut
ingat=mingat
jangan=aduui
tidak= Kaheq/Heq
Dilarang merokok= Temuang ngudut
makan nasi=kuman kanaan
mandi=menu/nu
pergi=kaat
bawah= iwe; kebawah= jiweeq; bawahnya=diweeq
ke;dibawah=diweeq
atas=mooq;keatas=jemooq; atasnya=demooq ke
samping/sebelah=silai
minum air putih=muruuq anum
nama kamu siapa=nyaman koq unya
nama saya ….=nyaman kayooq…. kamu tinggal
dimana= koq diapm de
saya tinggal di…= akuq diapm de ….
sudha makan kah= soq kuman ah
sudah tadi makan di rumah= soq nyi kuman de
dapeeq
aku mau ke rumah teman ku= akuq ewah je dapeq
oyooq kooq
aku suka sama kamu= akuq ewah dang koq
mau nggak jadi pacar aku?=ewah kaheeq jadi
pacar kayooq
nama pacarmu siapa?= nyaman pacar kemp unya?
sudah=sooq
belum=ginaaq
aku rindu sama kamu=akuq linggo dang
kemarin saya ketemu dengan dia= naumuhing
akuq berempuh dang uhaq
siapa yang mau jadi pacar saya?= unya yaq
ewah jadin pacar kayoq?
kamu cantik= koq daraq
kamu ganteng=koq terunaq
kamu jelek=koq pejai
Keluarga:
mama ku= men kaoyoq/men koo, mamamu= mem,
mamanya=me ke
bapak ku= taman kayoq/taman koo,
bapakmu=tamam, bapaknya=tamai ke
nenek=mpon waweq, kakek/mpon Lihaq
kakaq= tungkaaq, kakak ku=tungkai koo,
kakakmu=tungkapm=
adek=gari, adek ku=garin koo/garin kayoq
tante=bibi (?), om=uncuq
teman=oyooq
Binatang:
anjing=kokoq
kucing=meong
babi (kandang)=boLeq; babi hutan (sapikng),
uLar=nyipa
burung=empuluuq
ikan=metuuq
Buah:
durian=hojan,
nangka=nakan,
langsat=Lehaat,
rambutan=runukng,
pisang=jeLooq,
pepaya=gedakng
tupiq : mimpi : dream
Hitungan:
bueq : satu
regaq : dua
teluq : tiga
path : empat
limaq : lima
hagatn : enam
tucukh : tujuh
kalunk : delapan
setiant : sembilan
bueq : satu
regaq : dua
teluq : tiga
path : empat
limaq : lima
hagatn : enam
tucukh : tujuh
kalunk : delapan
setiant : sembilan
sawang : sepuluh
sebelas : sebeLas
Dua belas :regaq beLas
*(SEKAPUR
SIRIH
v
SEJARAH KAMPUNG LINGGANG MELAPEH
“Benua” dalam bahasa Rentenukng berarti wilayah
geo-politis (prinsip lokalitas-geoanalogis) orang Rentenukng yang menurut
kepercayaan mereka diwariskan atau bahkan ditetapkan olehSengkreaaq Delapan
Bersaudara (Sengkreaaq Kalükng). Kampung-kampung induk dari
orang Rentenukng sekarang ini dikenal dengan sebutan “luntuq” (Daratan
Tinggi Linggang) yang dianggap sebagai “tanah leluhur” bagi
orang Rentenukng sekarang ini.
Menurut Sengkreaaq, daerah ini bermakna
sebagai “Tana Puraai Ngerimaan” artinya Tanah Damai, Makmur
dan Sejahtera. Inilah yang menjadi esensi “world wiew” dari
semua orang Rentenukng sejak dahulu hingga sekarang ini. Komunitas Rentenukng
sekarang percaya bahwa mereka masih memegang bukti mitologis berupa “ibu
jari Sengkreaaq” (Toar Anggaq Sengkreaaq) dan “Kepingan
Langit” (Bitt Langiit) yang terwariskan dari Sengkreaaq tersebut.
Tiga kampung induk komunitas Rentenukng adalah Kampung Linggang
Bigung, Kampung Linggang Amer dan Linggang Melapeh. Dari ketiga kampung ini,
kemudian terbelah menjadi beberapa kampung-kampung kecil lainnya di wilayah
kecamatan Linggang Bigung dan kecamatan lainnya di Kutai Barat. Tujuh kampung
dari 12 kampung tersebut berada di kecamatan Linggang Bigung.
Namun benang merah dari semua kampung orang Rentenukng
adalah silsilah tunggal yang bersumber dari Sengkreaaq Walo di Engkalakng (di
Hilir Kampung Jelemuq sekarang ini). Di daerah ini ada kemungkinan besar tersimpan
data arkeologis berupa pancuran Sengkreaaq, leluhur orang Rentenukng.
Nama Linggang berasal dari sebuah nama gong pusaka milik
orang Rentenukng, yang di sebut Lingakng. Gong ini terdiri dari 3 buah yaitu
(1) Lingakng, (2) Mentiukng, dan (3) Jaragan. Dari cerita lisan para tetua
kampung, ketiga gong ini dalam perjalanan pulang dari pengembaraan di Hulu
Mahakam (Rantau – Nuukng) menuju dataran tinggi Linggang
tenggelam di daerah Sungai Haan dikenal dengan Ulak Lingakng (daerah di Ulu
Mahakam), karena saat itu mereka diserang oleh musuh yang pergi mengayau
(ballaaq).
§
Nama dan Gelar Kampung Linggang
#*
Melapeh
Nama Melapeh berasal dari kata kelapeh. Kelapeh adalah
jenis kayu di hutan belantara.
Kampung Linggang Melapeh ini tergolong sebagai yang berjenis
kelamin perempuan atau Luuq Waweeq, karena udaranya yang sejuk
di malam hari, dan masyarakatnya damai, aman dan tenteram. Orang
Rentenukng lebih suka diam, daripada berdebat! Lebih suka bekerja, daripada
bicara!
Orang Benuaq memberi gelar Kampung Linggang Melapeh ini
dengan sebutan Samukng Jukukng.Artinya bentuk kampung ini
menyerupai sebuah perahu besar yang indah dan rapi.
§
Kapan dan Siapa Pendiri Kampung
Linggang Melapeh?
Kampung Linggang Melapeh berdiri pada tahun 1915.
Pendiri pertama kampung ini adalah Bangun Arun yang
berasal dari Luuq Tokokng, sebuah kampung dari ratusan kampung sebelum
berdirinya Kampung Linggang Melapeh.
Kampung Linggang Melapeh ini sendiri mulanya merupakan
pemekaran dari Kampung Linggang Bigung. Kampung Linggang Bigung sebelumnya
adalah Kampung Keraay, yang hancur dalam serangkaian perang suku pada awal abad
ke-19.
Kampung Linggang Melapeh sekarang ini jika dilihat ke
belakang, telah mengalami perpindahan kampung lebih dari 200 atau sekitar 280
kampung terdahulunya yang disebut puncutn luuq. Lembo kampung (munaan
luuq) yang berada di Hulu Kampung sekarang adalah bekas Kampung
Melapeh yang lama. Kampung lama tersebut berasal dari area lahan-hutan-tanah
perladangan secara berkelompok di jaman lampau hingga akhirnya terbentuk
Kampung Linggang Melapeh sekarang ini.
Perpindahan kampung disebabkan beberapa alasan. Pertama,
karena mengikuti lahan yang subur bagi perladangan; kedua, karena
wabah penyakit; ketiga, karena adanya mimpi-mimpi buruk;
dan keempat, karena konflik kepentingan internal di kalangan
elit petinggi komunitas. Beberapa pandangan menyebutkan bahwa terjadinya
perpindahan tersebut disebabkan oleh praktik headhunting (mengayau
atau ballaaq) di antara komunitas suku dayak di masa lampau. Kepala manusia
sebagai bukti pengayauan masih ada tersimpan oleh Mangku orang Rentenukng di
Linggang Bigung hingga sekarang.
§
Siapakah Kepala Adat dan Petinggi
yang Pertama?
Kepala Adat yang pertama Kampung Linggang Melapeh adalah
Empon Sangkitn (yang bernama Ulaq), sedangkan Petinggi-nya yang pertama adalah
Empon Tango (yang bernama Tebon). Semangat kepemimpinan dan kebijaksanaan adat
dan hukum adat hingga sekarang berpedoman pada Empon Sangkitn.
§
Siapa saja Kepala Adat Kampung
Linggang Melapeh (1915-2009)?
Secara berturut-turut adalah sebagai berikut.
1.
Empon Sangkitn bernama Ulaq
2.
Empon Tango bernama Tebon
3.
Empon Netetn
4.
Taman Nantah bernama Taruk
5.
Taman Felix bernama E. Melamun (skrg)
Siapa Para Petinggi Kampung Linggang Melapeh (1915-2015)?
Secara berturut-turut adalah sebagai berikut.
1. Empon Tango
bernama Tebon
2. Taman Reuh
bernama Joya
3. Taman Madjan
bernama Ajak
4. Taman Thomas
bernama Leneq
5. Taman Nantah
bernama Taruk
6. Taman Yanti
bernama Dimas
7. Djanmin (Plt.
Taman Duun bernama E. Kueng)
8. Taman Rusli
bernama Syahdan
9. Taman Rio bernama Yudi Hermawan
10. Arpantor (Sekarang)
§
Nama Lamin Kampung Linggang
Melapeh yang sekarang?
Nama Lamin Linggang Melapeh yang diresmikan oleh Bupati
Kabupaten Kutai Barat, Bapak Ismael Thomas, SH. pada hari Jumat, tanggal 20
April 2007), hari ini adalah LUUQ MELAPEH. Kata Luuq,artinya
Lamin. Luuq Melapeh, artinya Lamin Melapeh.
Luuq Melapeh dibangun di era Petinggi
Taman Rio dan Kepala Adat, Taman Felix, bersama dengan segenap warga kampung
Linggang Melapeh secara bergotong royong. Nilai gotong royong warga kampung
Linggang Melapeh dalam membangun laminnya yang megah dan membanggakan ini,
sulit diukur dalam nilai uang. Coba kita lihat: betapa tiang-tiang lamin dari
kayu ulin yang besar-besar, kok bisa-bisanya dibawa ke sini! Sungguh, luar biasa!
Yang sangat membanggakan kami selaku warga kampung
Linggang Melapeh, adalah bahwa yang meresmikan Luuq Melapeh di
hari ini adalah Bupati Kabupaten Kutai Barat, yaitu Bapak Ismael Thomas,SH.
Bapak Ismail Thomas sendiri berasal dari kampung ini.
Beliau adalah wakil dari Angkatan Generasi Muda Kampung
Linggang Melapeh. Sedangkan Petinggi Taman Rio adalah Angkatan dari Generasi
yang lebih muda lagi. Jadi Generasi muda kampung ini cukup berhasil berperan
sebagai penulis lembaran sejarah kampungnya sendiri.
Luuq Melapeh yang baru diresmikan ini
akan segera berfungsi sebagai pusat kebudayaan : religi, adat, hukum adat dan
seni, termasuk sebagai museum kebudayaan warga Linggang Melapeh.
Luuq Melapeh ini merupakan sekilas wajah
seni budaya dari berbagai etnik di Kampung Linggang Melapeh.
Di atas atap lamin ini terdapat patung simbolik
burung Tongau (sejenis enggang) yang diambil dari
tradisi belian Bukur. Belian Bukur adalah satu-satunya belian yang
berasal dari Mok Manaar Bulatn, isteri dari Tulur Djijangkat.
Dalam interior lamin sendiri, terdapat beragam seni ukir,
seperti genikng sebagai simbol media
komunikasi tradisional; antakng sebagai
simbol besaraaq-besagiiq atau alat tukar atau denda
adat; mersiaq, artinya manusia yang senantiasa menatap ke
arah matahari terbit, yang melambangkan arah simbolik tentang kehidupan; butuutn merupakan
simbol dari upacara adat Nalitn Taotn; rumah gesaliq sebagai
simbol dari rumah disimpannya patung Luikng, sang gadis cantik, yang dipercayai
sebagai jiwa (meregaan) padi (parai).
Selain itu kita menjumpai seni ukir lainnya,
seperti manuuk (ayam), kokooq (anjing), boleeq(babi), kerewaau (kerbau), perangootn (alat
musik atau gendang), sempuut (sumpit), gasai(beliung), didiiq (perangkap
burung), dan lain sebagainya.
Luuq Melapeh ini juga akan berfungsi
sebagai komunitas seni budaya tradisional Kabupaten Kutai Barat.
Pada hari yang bersejarah ini, kita melihat sebuah Prasasti sebagai
tonggak sejarah jaman dari Luuq Melapeh yang ditandatangani oleh Bapak Bupati
Kabupaten Kutai Barat, Bapak Ismael Thomas.
Selain itu, ada lagi sebuah Tugu peringatan
dari berdiri dan diresmikannya Luuq Melapeh ini di era Petinggi Taman
Rio, Kapala Adat, Taman Felix; dan Bupati Ismael Thomas serta bersama
segenap warga Kampung Linggang Melapeh.
Prasasti dan Tugu ini
selain sebagai saksi dari sebuah jaman, juga sekaligus menjadi saksi dari
sebuah kebangkitan nilai budaya sempekat warga Kampung Linggang Melapeh.
Jaman ini boleh dikatakan sebagai jeman pesuli
sempekat! Kata pesuli berarti membangkitkan
kembali, sedangkan sempekat berarti semangat gotong
royong.
Sekedar diketahui, sehubungan dengan kata suli atau pesuli.
Di jaman dahulu di Kampung Lamuuq, pernah hidup sebuah
gerakan seni tari klosal yang disebut SARU SULI dengan
alat musik utamanya adalah serupai (sejenis seruling)
guna memanggil dan mengundang Siluq. Tarian ini sekarang
dikenal dengan nama Mencamuuq, artinya menjamu
kedatangangan sang tamu agung, yang tidak lain adalah Siluq.
§
Warga Kampung Linggang Melapeh
Menulis Lembaran Sejarah Baru!
Ketika kita menoleh ke belakang, ke tahun 1915 dari
sekarang tahun 2007, maka umur sejarah kampung Linggang Melapeh ini telah
mencapai sekitar 92 tahun.
Usia ini, tentu tidak bisa dikatakan muda lagi! Kampung
ini terus berkembang dan maju secara dinamis.
Sekolah Dasar Katolik (SDK) Linggang Melapeh telah
menghasilkan beratus-ratus lulusan yang telah bekerja baik di dalam maupun di
luar Kabupaten Kutai Barat
Di hari ini, kampung Linggang Melapeh berpenduduk 1.543
jiwa.
Penduduk yang laki-laki 828 jiwa, sedangkan yang
perempuan 715 jiwa; atau 403 Kepala Keluarga (KK) (Data Kantor Kepala
Kampung Linggang Melapeh, Maret 2007).
§
Wajah Perubahan Ekonomi Linggang
Melapeh
Mata pencaharian ekonomi penduduk Lingggang Melapeh, kini
nyaris secara total bergeser kepada perkebunan karet dari cara pertanian
berladang tradisional, yang masih sangat kuat di era tahun 1980-an dan 1990-an
lalu.
Lahan perkebunan karet ini dari hari ke hari semakin
menyerbu lahan perladangan tradisional.
Perubahan sistem pertanian ini berdampak serius terhadap
masalah pertanahan tradisional berikut tanaman pangan dan ketahanan pangan ke
masa depan.
Kita harus memikirkan tanaman pangan pilihan lain guna
mengantisipasi kondisi ketahanan pangan masyarakat kita, manakala kita
saat ini hanya mengandalkan getah karet yang bisa menjadi beras!
Bagaimana kalau beberapa tahun ke depan, pepohonan karet
kita tidak bergetah lagi? Bagaimana kalau harga getah karet itu turun drastis?
Dan bagaimana kalau beras yang murah dan yang mahal pun tidak tersedia di
pasar-pasar? Sementara lahan ladang tradisional kita telah tiada lagi?
Hak kepemilikan tanah kolektif kampung telah berubah
tajam kepada hak kepemilikan pribadi. Tanah kian bernilai ekonomis tinggi dan
menggiurkan kita untuk menjualnya kepada para pendatang. Akhirnya, nanti kita
bisa saja membeli tanah milik kita sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tadi tidak mudah dijawab!
Jawabannya memerlukan pemikiran serius oleh kita sendiri, berikut kebijakan
pembangunan pertanian pemerintah yang semestinya sudah sepantasnya
memperhitungkan beberapa pertanyaan tadi di hari ini. Artinya kita dari
sekarang harus telah meneropong ke masa depan?
§
Yang sah dan disempurnakan!
Ibarat sebuah perkawinan yang disahkan dan disempurnakan!
Bapak Bupati Kubar telah meresmikan pemakaian Luuq Melapeh ini
sebagai pusat komunitas religi, adat dan seni-budaya bagi segenap warga Kampung
Linggang Melapeh. Dengan peresmian tersebut, maka Luuq Melapeh adalah
menjadi salah satu kampung yang berbasis kebudayaan lokal di Kutai Barat. Ini
sesuai dengan Visi dan Misi Bupati Kubar yang membangun Kabupaten kita ini dari
komunitas-komunitas kampung yang berbasis budaya dan adatnya yang beraneka
ragam, seperti sebuah pelangi yang memancarkan warni-warni bagaikan sebuah
simponi kehidupan yang aman dan damai.
Dengan diresmikannya Luuq Melapeh, maka Luuq
Melapeh sudah menjadi sah untuk digunakan sebagai pusat seni dan
budaya Kampung Budaya Linggang Melapeh.
Kini lembaran sejarah baru telah ditulis oleh warga
kampung Linggang Melapeh sendiri. Namun, kita masih harus mencari dan menemukan
penulis-penulis sejarah yang baru lagi ke masa-masa mendatang!
Menurut rencana setelah Bapak Bupati Ismael Thomas, SH
meresmikan Luuq Melapeh di hari ini, maka besok dini hari
(21/4/2007) akan dilangsungkan Upacara adat Nalitn Taotn, guna
membersihkan bulan dan tahun pertanian dari segala hama dan penyakit, berikut
membersihkan lingkungan dan tatanan sosial yang telah tercemar oleh dosa-dosa
pribadi dan sosial,
agar kembali ke fitrah asali kampung Linggang Melapeh sebagai kampung
perempuan yang damai, kampung perdamaian bagi segenap warganya sendiri
maupun dengan segenap warga kampung tetangga, bahkan se-tanah dataran tinggi
linggang, dan se-Kabupaten Kutai Barat. Dengan upacara adat Nalitn
Taotn ini, maka penggunaan Luuq Melapeh menjadi
tersempurnakan melalui upacara adat Nalitn Taotn.
§
Sejarah Upacara Adat Nalitn Taotn
di Linggang Melapeh
Sejak lahirnya kampung Linggang Melapeh ini pada tahun
1915, baru sekali, yaitu pada tahun 1953 diadakan Upacara adat Nalitn
Taotn, dan yang di tahun 2007 ini, adalah upacara adat Nalitn
Taont, yang kedua kalinya dalam rentang waktu lebih dari 90 tahun usia
Kampung Linggang Melapeh, atau sekitar 54 tahun dari Nalitn Taotn yang pertama
tahun 1953.
Pada peristiwa yang bersejarah ini, marilah kita
memaafkan segala sejarah pertikaian di masa lalu, guna membangun sejarah baru
di Kabupaten Tanaa Puraai Ngerimaan dengan ibukota Sendawar
sebagai Kota Beradat.
§
Potensi Wisata Alam Kampung
Linggang Melapeh
Kampung Linggang Melapeh kini telah dikelilingi oleh
pepohonan karet yang menghijau sejuk dipandang mata.
Di balik pepohonan kabun karet ini, terdapat air
terjun Tabalas dan air terjun Ataai yang dihiasi oleh
hutan perawan yang sangat indah untuk beteduh sejenak guna melepas lelah di
kala kita mengalami kelelahan bekerja di kantor dan kebun-ladang kita.
Air terjun Tabalas dan Ataai ini setiap detiknya
mengalirkan air sungai alami yang sangat jernih dan bening, lantaran tidak
terkontaminasi lumpur erosi hutan yang mencemarkan habitat alam asri di
sekitarnya.
Bukan hanya itu! Kampung Linggang Melapeh juga
memiliki Gunung Eno seluas sekitar 10.000 hektar, yang
masih sangat kaya dengan keanekeragaman hayati hutan tropis primer.
Gunung ini adalah sumber daya air sungai, yang tidak
kurang dari lima mata air sungai yang dikonsumsikan belasan ribu warga di
seluruh tanah Linggang. Jadi Kampung Linggang Melapeh masih memiliki paru-paru
dunia dan kunci sumber daya air sungai alami untuk seluruh dataran tinggi
Linggang.
Kampung Linggang Melapeh pun memiliki telaga biru
Aco yang sudah kian rusak lantaran ulah manusia yang tidak bertanggung
jawab.
Telaga ini berbingkai mitos, sumber sastra dan sejarah
lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Apa pun mitosnya, namun telaga
biru Aco ini adalah bukti dari letusan gunung berapi entah kapan
waktunya, yang menyisakan tanah vulkanik yang subur
bagi kampung Linggang Melapeh dan sekitarnya.
Barangkali karena itulah, para Sengkreaq, leluhur
orang Rentenukng berpesan, agar anak cucunya tidak meninggalkan tanah Linggang
untuk selama-lamanya.
Linggang Melapeh, 29 Oktober 2009
*Copy Paste dari Dokumen Kampung Linggang Melapeh*
Linggang Melapeh adalah salah satu kampung
di kecamatan Linggang Bigung dalam Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan
Timur, Indonesia.
Provinsi Kalimantan Timur
Kabupaten Kutai Barat
Kecamatan Linggang Bigung
Petinggi Arpantor
Luas 80 km²
Jumlah penduduk 1.500 jiwa
- Kepadatan 19 jiwa/km²
Batas wilayah
Batas wilayah Kampung Linggang Melapeh adalah sebagai
berikut :
Utara: Kampung Bigung Baru dan Melapeh Baru
Selatan: Kampung Linggang Mapan dan Juhan Asa
Barat: Kampung Temula
Timur: Kampung Linggang Bigung dan Purwodadi
Perkampungan
Linggang Melapeh dibagi menjadi 4 perkampungan (setingkat
dusun), antara lain :
1.
Belempung
2.
Jengan
3.
Kahoy
4.
Kem Tengah
Potensi Wisata
·
Danau Aco
·
Djantur Tabalas
·
Djantur Atay
·
Hutan Lindung Eno
·
Lamin Adat Luuq Melapeh
*(Tarian-Tarian Dalam Suku Dayak
Tunjung
1. Sejarah Tari Gantar
Ada suatu mitos yang mengawali lahirnya tari gantar sebelum terciptanya tari gantar yang sudah semakin berkembang. Mitos ini dulunya sangat dipercaya pada masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Dayak Tunjung dan masyarakat Dayak Benuaq. Konon menurut mitos yang berkembang dalam masyarakat Suku Bangsa Dayak Tunjung dan Suku Bangsa Dayak Benuaq bahwa lahirnya Tari Gantar berawal dari cerita di Negeri “Dewa Nayu” yang diyakini sebagai tempat Dewa Nirwana yang bernama Negeri Oteng Doi. Pada suatu hari terjadi peristiwa didalam keluarga Dewa di Negeri Oteng Doi atau Negeri Dewa Langit. Keluarga tersebut terdiri dari suatu kepala keluarga yang bernama Oling Besi Oling Bayatn. Oling Bayatn mempunyai seorang istri dan dua orang anak putri yang bernama Dewi Ruda dan Dewi Bela. Keluarga tersebut hidup tenteram dan damai di Negeri Oteng Doi. Pada suatu ketika datanglah seorang Dewa yang bernama Dolonong Utak Dolonong Payang ke keluarga Oling Besi Oling Bayatn, tanpa disangka dan diduga oleh keluarga Oling Besi. Kedatangan Dolonong Utak tenyata beritikad buruk. Oling Besi dibunuhnya dengan tujuan dapat menikahi istri Oling Besi. Peristiwa tersebut terjadi didepan mata istri dan kedua anak Oling Besi. Karena takutnya istri Oling Besi menerima ajakan Dolonong Utak untuk menikah, namun kedua anaknya menyimpan dendam pada ayah tirinya tersebut.
Hari berganti hari, masa berganti masa, setelah kedua Putri Oling Besi menginjak remaja mereka berdua berencana untuk membunuh ayah tirinya. Pada suatu hari kedua Dewi tersebut akan melaksanakan niatnya untuk membalas kematian Ayah kandungnya pada Ayah tirinya, saat Ayah tirinya (Dolonong Utak) sedang istirahat di balai-balai rumahnya. Ketika kesempatan itu tiba dibunuhlah dolonong Utak dengan menggunakan sumpit. Dalam waktu sekejap Dolonong meninggal, setelah diketahui bahwa Ayah tirinya meninggal selanjutnya kedua putri tersebut memenggal kepala Dolonong dan diikatkan pada batang sumpit yang digunakan untuk membunuhnya. Kedua putri tersebut senang, keduanya bersuka cita dan mengungkapkannya dengan menari-nari berdua. Dan sebagai musiknya mereka mencari sepotong bambu pendek dan mengisinya dengan biji-bijian. Ungkapan kepuasan membunuh Dolonong Utak itu di lakukan hingga beberapa hari. Begitulah peristiwa yang terjadi di alam Dewa Langit.
Dari dunia kejadian di alam Dewa tersebut diketahui oleh seorang manusia yang mampu berhubungan dengan alam Dewa yang bernama Kilip. Karena Kilip mengetahui kejadian itu maka Dewi Ruda dan Dewi Bela mendatangi Kilip agar ia tidak menceritakan kejadian ini kepada Dewa-dewa lain di Negeri Oteng Doi. Kilip menyetujui dengan mengajukan satu syarat yaitu Dewi Ruda dan Dewi Bela harus mengajarkan tari yang mereka lakukan saat bersuka cita. Tanpa pikir panjang Dewi Ruda dan Dewi Bela pun mengajarinya. Dari hasil pertemuan tersebut Kilip mendapatkan satu bentuk tarian sakral karena properti tari tersebut berupa tongkat panjang dan sepotong bambu, maka Kilip memberi nama tarian tersebut sebagai Tarian Gantar yang artinya tongkat (yang sebenarnya sebuah sumpit) dan sepotong bambu yang biasa disebut Kusak.
Tari Gantar ini dahulunya hanya ditarikan pada saat upacara adat saja, menurut versi cerita yang lain bahwa tari gantar merupakan tarian yang dilaksanakan pada saat upacara pesta tanam padi. Properti tari sebuah tongkat panjang tersebut adalah kayu yang digunakan untuk melubangi tanah pertanian dan bambu pendek adalah tabung benih padi yang siap ditaburkan pada lubang tersebut. Gerakan kaki dalam tari ini menggambarkan cara menutup lubang tanah tersebut. Muda-mudi dengan suka cita menarikan tari tersebut dengan harapan panen kelak akan berlimpah ruah hasilnya. Tari ini biasanya dilakukan bergantian oleh anggota masyarakat Suku Dayak Tunjung dan benuaq. Versi lain juga beredar dalam masyarakat bahwa dahulunya Tari Gantar adalah merupakan tari sakral yang hanya boleh ditarikan saat para pahlawan pulang dari medan peperangan. Tari ini sebagai penyambut kedatangan mereka dan ditarikan oleh gadis-gadis remaja. Properti tongkat panjang adalah sebuah sumpit dan diberi hiasan kepala atau tengkorak musuh (digantungkan) yang telah dibunuh oleh para pahlawan. Sedangkan bambu kecil merupakan peraga unutk mengimbangi gerak tari.
2. Fungsi Tari Gantar
Tari adalah salah satu bentuk dari perwujudan budaya, sedangkan ciri, gaya dan fungsi suatu tari tidak terlepas dari kebudayaan dimana tari tersebut muncul dan berkembang. Dalam lingkup budaya yang mempunyai bahasa, adat istiadat dan kepercayaan tari tersebut bisa terbentuk dan fungsi. Tarian dapat disajikan dalam berbagai peristiwa. Didalam kebudayaan daerah dikenal penyajian tari dalam rangka suatu upacara keagamaan dan upacara adat, bahkan tidak jarang tari itu merupakan bagian tidak terpisahkan dengan upacara tersebut. Dalam hal ini orang yang menyajikan tarian tersebut adalah orang yang terlibat dalam upacara tersebut, dengan maksud dari setiap gerakan ada arti atau simbol suatu pernyataan atau harapan yang diungkapkan. Ditinjau dari fungsi seni tari, Tari Gantar pada awalnya sebagai upacara adat dan memang munculnya atau keberadaannya suatu karya tari pada jaman dahulu pengemban utama dari keberadaan suatu tari. Secara khusus bahwa seni tari beserta iringan yang digunakan pada dasarnya merupakan pengemban dari unsur-unsur yang bersifat magis yang diharapkan hadir. Fungsi kesenian dalam ethnik di Indonesia, yaitu:
a. Sebagai sarana untuk memanggil kekuatan Roh
b. Penjemputan Roh-roh pelindung untuk hadir ditempat pemujaan
c. Peringatan kepada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapan.
d. Merupakan pelengkap upacara, sehubungan dengan peningkatan tingkat hidup seseorang atau saat tertentu.
Pergeseran fungsi bisa saja terjadi yaitu fungsi sakral ke fungsi pertunjukkan karena pergeseran tersebut sudah mulai di dukung oleh masyarakat penduduknya dan masyarakat sudah tidak mendukung adat yang menopang dari karya tari tersebut sehingga perlu adanya upaya-upaya pelestarian dengan cara mengalihfungsikan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya beberapa pengaruh, antara lain:
a. Adanya pengaruh budaya lain
b. Masuknya beberapa agama
c. Ada penagruh globalisasi dan informasi yang memudahkan komunikasi.
Begitu pula yang terjadi dengan Tari Gantar, pada jaman dahulu Tari Gantar terangkai dalam upacara Ngawung Enghuni, yaitu semacam upacara tanam padi, beralih fungsinya menjadi fungsi pertunjukkan karena adanya pengaruh-pengaruh tersebut diatas. Tari Gantar pada saat ini bisa digunakan untuk penyambutan tamu. Fungsi pertunjukkan antara lain:
a. Sebagai media hiburan
b. Sebagai media pendidikan
c. Sebagai kajian seni
d. Sebagai media promosi, dsb.
Fungsi Tari Gantar berkembang lebih luas dan tentunya disesuaikan kebutuhan dari event yang dipergelarkan, baik itu bentuknya, maupun lamanya (durasinya).
3. Deskripsi Tari Gantar
a. Gambaran Secara Umum
Gerakan Tari Gantar yang sekarang sering kita saksikan merupakan rangkaian gerakan yang mengalami proses penggarapan maupun pemadatan. Gerakan Tari gantar didominasi pada gerakan kaki. Pada awalnya Tari Gantar di abgi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Gantar rayatn
Jenis Tari Gantar ini alatnya hanya satu yaitu Gantar (kayu yang panjang), pada ujung tongkat tersebut diikatkan/digantung tongkorak manusia yang dibungkus dengan kain merah dan dihiasi dengan Ibus. Mereka menari berkeliling sambil menyanyi (bergurindam), dipinggang penari terikat mandau atau parang. Apabila tidak memegang tongkat, mereka mengelewai (melambaikan tangan sesuai irama).
2) Gantar Busai
Jenis tari ini hanya membawa sepotong bambu yang diisi dengan biji-bijian yang dipegang tangan sebelah kanan sedangkan tangan kiri tidak membawa apa-apa (kosong) waktu menari dilambai-lambaikan sesuai irama (ngelewai) sedangkan bambunya berukuran 50cm diberi dua belas gelang agar berbunyi gemerincing jika digerakkan. Jumlah bambu atau gantar tersebut sesuai dengan jumlah penarinya. Mereka menari berkelompok-kelompok, kadang ada yang “Ngloak” (menari sambil saling memupuki dengan pupur basah).
3) Gantar Senak dan Kusak
Jenis Tari Gantar ini, penarinya menggunakan dua peralatan tari yaitu Senak (tongkat) yang dipegang tangan kiri. Sedangkan Kusak (bambu) yang dipegang tangan kanan, yang berisi biji-bijian supaya nyaring bunyinya. Kusak dipegang tangan kanan dengan telapak tangan telentang dan siku ditekuk. Senak biasanya berukuran satu sampai seperempat meter, sedangkan Kusak dengan 30cm yang diisi dengan biji-bijian dan ujungnya di beri penutup yang disebut dengan Ibus.
Jenis tari yang ketiga inilah yang berkembang pada saat ini dengan perkembangan variasi gerak, pola lantai, penggarapan level, iringan tari yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat ini. Sekarang Tari Gantar berfungsi untuk menyambut tamu yang datang ke daerah tertentu, daerah tersebut menyebutnya dengan sajian Tari Gantar dan mengajaknya menari cukup dengan menyerahkan tongkat kepada tamu yang akan diajak menari bersama. Proses perkembangan ini melalui proses penggarapan baik melalui pemadatan maupun penggalian sehingga tercipta suatu rangkaian yang sekarang sering kita saksikan. Dalam proses penggarapan ini juga tidak lepas dari pengaruh ethnik serta ide dari sang pencipta.
Proses penggarapan ini dilakukan karena adanya berbagai faktor yang tidak mendukung lagi dari keberadaan maupun kelestarian karya tari ini, contoh faktor tersebut adalah beralihnya fungsi tari dari fungsi sakral menjadi fungsi pertunjukkan, pengaruh arus informasi dan komunikasi yang menuntut serba cepat sehingga tidak bisa lagi masyarakat pendukung untuk berlama-lama menikmati karya tari yang monoton bahkan tidak tertarik untuk menyaksikan. Masih banyak lagi faktor lain yang menjadi pertimbangan dan pola diperhatikan sehingga muncul suatu proses penggalian, penggarapan tari, dengan harapan karya tari tersebut masih mampu bertahan hidup dan tetap diterima oleh masyarakat pendukungnya.
Ada suatu mitos yang mengawali lahirnya tari gantar sebelum terciptanya tari gantar yang sudah semakin berkembang. Mitos ini dulunya sangat dipercaya pada masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Dayak Tunjung dan masyarakat Dayak Benuaq. Konon menurut mitos yang berkembang dalam masyarakat Suku Bangsa Dayak Tunjung dan Suku Bangsa Dayak Benuaq bahwa lahirnya Tari Gantar berawal dari cerita di Negeri “Dewa Nayu” yang diyakini sebagai tempat Dewa Nirwana yang bernama Negeri Oteng Doi. Pada suatu hari terjadi peristiwa didalam keluarga Dewa di Negeri Oteng Doi atau Negeri Dewa Langit. Keluarga tersebut terdiri dari suatu kepala keluarga yang bernama Oling Besi Oling Bayatn. Oling Bayatn mempunyai seorang istri dan dua orang anak putri yang bernama Dewi Ruda dan Dewi Bela. Keluarga tersebut hidup tenteram dan damai di Negeri Oteng Doi. Pada suatu ketika datanglah seorang Dewa yang bernama Dolonong Utak Dolonong Payang ke keluarga Oling Besi Oling Bayatn, tanpa disangka dan diduga oleh keluarga Oling Besi. Kedatangan Dolonong Utak tenyata beritikad buruk. Oling Besi dibunuhnya dengan tujuan dapat menikahi istri Oling Besi. Peristiwa tersebut terjadi didepan mata istri dan kedua anak Oling Besi. Karena takutnya istri Oling Besi menerima ajakan Dolonong Utak untuk menikah, namun kedua anaknya menyimpan dendam pada ayah tirinya tersebut.
Hari berganti hari, masa berganti masa, setelah kedua Putri Oling Besi menginjak remaja mereka berdua berencana untuk membunuh ayah tirinya. Pada suatu hari kedua Dewi tersebut akan melaksanakan niatnya untuk membalas kematian Ayah kandungnya pada Ayah tirinya, saat Ayah tirinya (Dolonong Utak) sedang istirahat di balai-balai rumahnya. Ketika kesempatan itu tiba dibunuhlah dolonong Utak dengan menggunakan sumpit. Dalam waktu sekejap Dolonong meninggal, setelah diketahui bahwa Ayah tirinya meninggal selanjutnya kedua putri tersebut memenggal kepala Dolonong dan diikatkan pada batang sumpit yang digunakan untuk membunuhnya. Kedua putri tersebut senang, keduanya bersuka cita dan mengungkapkannya dengan menari-nari berdua. Dan sebagai musiknya mereka mencari sepotong bambu pendek dan mengisinya dengan biji-bijian. Ungkapan kepuasan membunuh Dolonong Utak itu di lakukan hingga beberapa hari. Begitulah peristiwa yang terjadi di alam Dewa Langit.
Dari dunia kejadian di alam Dewa tersebut diketahui oleh seorang manusia yang mampu berhubungan dengan alam Dewa yang bernama Kilip. Karena Kilip mengetahui kejadian itu maka Dewi Ruda dan Dewi Bela mendatangi Kilip agar ia tidak menceritakan kejadian ini kepada Dewa-dewa lain di Negeri Oteng Doi. Kilip menyetujui dengan mengajukan satu syarat yaitu Dewi Ruda dan Dewi Bela harus mengajarkan tari yang mereka lakukan saat bersuka cita. Tanpa pikir panjang Dewi Ruda dan Dewi Bela pun mengajarinya. Dari hasil pertemuan tersebut Kilip mendapatkan satu bentuk tarian sakral karena properti tari tersebut berupa tongkat panjang dan sepotong bambu, maka Kilip memberi nama tarian tersebut sebagai Tarian Gantar yang artinya tongkat (yang sebenarnya sebuah sumpit) dan sepotong bambu yang biasa disebut Kusak.
Tari Gantar ini dahulunya hanya ditarikan pada saat upacara adat saja, menurut versi cerita yang lain bahwa tari gantar merupakan tarian yang dilaksanakan pada saat upacara pesta tanam padi. Properti tari sebuah tongkat panjang tersebut adalah kayu yang digunakan untuk melubangi tanah pertanian dan bambu pendek adalah tabung benih padi yang siap ditaburkan pada lubang tersebut. Gerakan kaki dalam tari ini menggambarkan cara menutup lubang tanah tersebut. Muda-mudi dengan suka cita menarikan tari tersebut dengan harapan panen kelak akan berlimpah ruah hasilnya. Tari ini biasanya dilakukan bergantian oleh anggota masyarakat Suku Dayak Tunjung dan benuaq. Versi lain juga beredar dalam masyarakat bahwa dahulunya Tari Gantar adalah merupakan tari sakral yang hanya boleh ditarikan saat para pahlawan pulang dari medan peperangan. Tari ini sebagai penyambut kedatangan mereka dan ditarikan oleh gadis-gadis remaja. Properti tongkat panjang adalah sebuah sumpit dan diberi hiasan kepala atau tengkorak musuh (digantungkan) yang telah dibunuh oleh para pahlawan. Sedangkan bambu kecil merupakan peraga unutk mengimbangi gerak tari.
2. Fungsi Tari Gantar
Tari adalah salah satu bentuk dari perwujudan budaya, sedangkan ciri, gaya dan fungsi suatu tari tidak terlepas dari kebudayaan dimana tari tersebut muncul dan berkembang. Dalam lingkup budaya yang mempunyai bahasa, adat istiadat dan kepercayaan tari tersebut bisa terbentuk dan fungsi. Tarian dapat disajikan dalam berbagai peristiwa. Didalam kebudayaan daerah dikenal penyajian tari dalam rangka suatu upacara keagamaan dan upacara adat, bahkan tidak jarang tari itu merupakan bagian tidak terpisahkan dengan upacara tersebut. Dalam hal ini orang yang menyajikan tarian tersebut adalah orang yang terlibat dalam upacara tersebut, dengan maksud dari setiap gerakan ada arti atau simbol suatu pernyataan atau harapan yang diungkapkan. Ditinjau dari fungsi seni tari, Tari Gantar pada awalnya sebagai upacara adat dan memang munculnya atau keberadaannya suatu karya tari pada jaman dahulu pengemban utama dari keberadaan suatu tari. Secara khusus bahwa seni tari beserta iringan yang digunakan pada dasarnya merupakan pengemban dari unsur-unsur yang bersifat magis yang diharapkan hadir. Fungsi kesenian dalam ethnik di Indonesia, yaitu:
a. Sebagai sarana untuk memanggil kekuatan Roh
b. Penjemputan Roh-roh pelindung untuk hadir ditempat pemujaan
c. Peringatan kepada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapan.
d. Merupakan pelengkap upacara, sehubungan dengan peningkatan tingkat hidup seseorang atau saat tertentu.
Pergeseran fungsi bisa saja terjadi yaitu fungsi sakral ke fungsi pertunjukkan karena pergeseran tersebut sudah mulai di dukung oleh masyarakat penduduknya dan masyarakat sudah tidak mendukung adat yang menopang dari karya tari tersebut sehingga perlu adanya upaya-upaya pelestarian dengan cara mengalihfungsikan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya beberapa pengaruh, antara lain:
a. Adanya pengaruh budaya lain
b. Masuknya beberapa agama
c. Ada penagruh globalisasi dan informasi yang memudahkan komunikasi.
Begitu pula yang terjadi dengan Tari Gantar, pada jaman dahulu Tari Gantar terangkai dalam upacara Ngawung Enghuni, yaitu semacam upacara tanam padi, beralih fungsinya menjadi fungsi pertunjukkan karena adanya pengaruh-pengaruh tersebut diatas. Tari Gantar pada saat ini bisa digunakan untuk penyambutan tamu. Fungsi pertunjukkan antara lain:
a. Sebagai media hiburan
b. Sebagai media pendidikan
c. Sebagai kajian seni
d. Sebagai media promosi, dsb.
Fungsi Tari Gantar berkembang lebih luas dan tentunya disesuaikan kebutuhan dari event yang dipergelarkan, baik itu bentuknya, maupun lamanya (durasinya).
3. Deskripsi Tari Gantar
a. Gambaran Secara Umum
Gerakan Tari Gantar yang sekarang sering kita saksikan merupakan rangkaian gerakan yang mengalami proses penggarapan maupun pemadatan. Gerakan Tari gantar didominasi pada gerakan kaki. Pada awalnya Tari Gantar di abgi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Gantar rayatn
Jenis Tari Gantar ini alatnya hanya satu yaitu Gantar (kayu yang panjang), pada ujung tongkat tersebut diikatkan/digantung tongkorak manusia yang dibungkus dengan kain merah dan dihiasi dengan Ibus. Mereka menari berkeliling sambil menyanyi (bergurindam), dipinggang penari terikat mandau atau parang. Apabila tidak memegang tongkat, mereka mengelewai (melambaikan tangan sesuai irama).
2) Gantar Busai
Jenis tari ini hanya membawa sepotong bambu yang diisi dengan biji-bijian yang dipegang tangan sebelah kanan sedangkan tangan kiri tidak membawa apa-apa (kosong) waktu menari dilambai-lambaikan sesuai irama (ngelewai) sedangkan bambunya berukuran 50cm diberi dua belas gelang agar berbunyi gemerincing jika digerakkan. Jumlah bambu atau gantar tersebut sesuai dengan jumlah penarinya. Mereka menari berkelompok-kelompok, kadang ada yang “Ngloak” (menari sambil saling memupuki dengan pupur basah).
3) Gantar Senak dan Kusak
Jenis Tari Gantar ini, penarinya menggunakan dua peralatan tari yaitu Senak (tongkat) yang dipegang tangan kiri. Sedangkan Kusak (bambu) yang dipegang tangan kanan, yang berisi biji-bijian supaya nyaring bunyinya. Kusak dipegang tangan kanan dengan telapak tangan telentang dan siku ditekuk. Senak biasanya berukuran satu sampai seperempat meter, sedangkan Kusak dengan 30cm yang diisi dengan biji-bijian dan ujungnya di beri penutup yang disebut dengan Ibus.
Jenis tari yang ketiga inilah yang berkembang pada saat ini dengan perkembangan variasi gerak, pola lantai, penggarapan level, iringan tari yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat ini. Sekarang Tari Gantar berfungsi untuk menyambut tamu yang datang ke daerah tertentu, daerah tersebut menyebutnya dengan sajian Tari Gantar dan mengajaknya menari cukup dengan menyerahkan tongkat kepada tamu yang akan diajak menari bersama. Proses perkembangan ini melalui proses penggarapan baik melalui pemadatan maupun penggalian sehingga tercipta suatu rangkaian yang sekarang sering kita saksikan. Dalam proses penggarapan ini juga tidak lepas dari pengaruh ethnik serta ide dari sang pencipta.
Proses penggarapan ini dilakukan karena adanya berbagai faktor yang tidak mendukung lagi dari keberadaan maupun kelestarian karya tari ini, contoh faktor tersebut adalah beralihnya fungsi tari dari fungsi sakral menjadi fungsi pertunjukkan, pengaruh arus informasi dan komunikasi yang menuntut serba cepat sehingga tidak bisa lagi masyarakat pendukung untuk berlama-lama menikmati karya tari yang monoton bahkan tidak tertarik untuk menyaksikan. Masih banyak lagi faktor lain yang menjadi pertimbangan dan pola diperhatikan sehingga muncul suatu proses penggalian, penggarapan tari, dengan harapan karya tari tersebut masih mampu bertahan hidup dan tetap diterima oleh masyarakat pendukungnya.
b. Ciri Umum gerakan Dasar Tari Gantar
Unsur-unsur Gerakan:
1) Gerakan tangan memegang Kusak
Dasar gerakan tangan dan cara memegang Kusak:
Keempat jari tangan yang memegang Kusak, menggemgam dari bawah ke atas, sedangkan ibu jari melingkari Kusak dari atas.
Posisi Kusak vertikal saat digenggam:
Pada saat menggerakkan tangan yang memegang Kusak sudut siku 25 derajat dan ke bawah hingga sudut 45 derajat dengan menggoncang-goncang bambu (Kusak). Tangan pergelangan yang aktif bergerak.
2) Gerakan tangan memegang Senak (Tongkat)
Dasar gerakan tangan yang memegang Senak dan cara menggenggamnya:
Keempat jari tangan memegang Senak, menggenggam dari sisi luar ibu jari menutup dari atas ujung tongkat (Senak).
Tongkat (Senak) posisi lurus ke bawah:
Tongkat (Senak) pada saat diangkat ujungbawah Senak kurang lebih 1 jangkal dari lantai dan ditaruh kembali hingga ujung bawah Senak bertumpu di dasar lantai di depan ujung jari kaki kiri.
Gerkan ini dilakukan dengan mengikuti gerakan kaki (saat kaki melangkah Senak diangkat, dan pada saat kaki di letakkan Senak bertiumpu di lantai).
3) Gerakan kaki dan gerakan berjalan
Posisi awal kedua kaki sejajar. Sebelum kaki dilangkahkan, ujung jari kaki menumpu atau menyentuh lantai baru kemudian dilangkahkan, gerakan ini dilakukan bergantian dengan kaki melangkah kanan, kiri, kana, kiri dalam hitungan 1 sampai 4 atau sesuai yang dikehendaki pelatih tari.
Tumit kaki menumpu lantai, sebaliknya jari-jari kaki ke atas dengan arah hadap kaki agak ke kanan 25 derajat dan lurus ke depan, lalu tumit kaki diangkat ujung jari-jari kaki menumpu lantai kemudian kaki ditarik ke belakang agak ke samping melampaui kaki kiri ujung jari kaki menyentuh lantai, berat badan pada kaki yang satunya.
Bergerak mundur dengan sebelumnya meletakkan kaki kanan ke depan, arah hadap ke kanan 25 derajat dan lurus ke depan. Tumit kaki kanan tepat di depan ujung jari kaki kiri, kemudian di tarik ke belakang melampaui kaki kiri dilakukan gerakan yang sama dengan bergantian kaki. Ujung jari kaki kanan bertumpu pada lantai tumit di tarik ke atas, berat badan pada kaki kiri. Posisi kaki kanan agak di depan kaki kiri, kemudian ujung kaki kanan membuka ke samping dengan tidak merubah letak kaki bagian tumit hingga kedua kaki membentuk sudut 25 derajat (pada saat kaki bagian ujung membuka ke samping, telapak kaki tidak menyentuh lantai hanya tumit kaki dan berat badan pada kaki kiri). Selanjutnya kaki kanan menutup hingga posisi kaki seperti semula, gerakan ini dilakukan dengan sistematika buka, tutup buka tutup lalu melangkah maju dengan hitungan 1-2-3 pada hitungan ke 4 kaki kanan membuka ke sampipng selanjutnya seperti keterangan gerakan ke atas. Berjalan jinjit, jari-jari dari kedua kaki bertumpu pada lantai tumit diangkat kemudian berjalan ke depan. Kaki kanan bergerak ke samping, dengan kesan membuat garis cembung di lantai, selanjutnya kaki kiri mengikuti kaki kanan, dengan bergerak ke kanan hingga kedua kaki sejajar hampir bersentuhan selanjutnya kaki kiri bergerak ke samping dengan kesan membuat garis cembung pada lantai (hitungan 1 x 8), kemudian kaki kanan dilangkahkan ke depan arah hadap kaki kanan ke kanan, berat badan pada kaki kiri selanjutnya berpindah pada kaki kanan bersamaan dengan membalikkan badan ke arah hadap yang berlawanan. Lalu ujung jari kaki bertumpu pada lantai, gerak ini dilakukan dengan ritme yang cepat. Kaki kanan melangkah ke depan diikuti oleh kaki kiri dengan melangkah ke depan melampui kaki kanan, kaki kanan bergerak bergerak ke belakang dengan posisi arah hadap kaki ke kanan diikuti kaki kiri dengan mengangkat kaki hingga kurang lebih 1 jengkal dari dasar lantai.
4) Gerakan posisi badan
Pada dasarnya gerakan dan posisi badan pada saat melakukan gerak Tari Gantar dalam posisi biasa, begitu juga pada gerak dari pedalaman Kalimantan Timur yang lainnya. Kalaupun ada tekanan pada posisi badan itu tidak terlalu ditonjolkan seperti pada waktu badan merendah pantat tidak ditonjolkan kke belakang seperti pada ciri khas Tari Bali, dan tidak membusungkan dada ke depan tetapi badan tetap merendah dengan menekukkan kedua lutut atau salah satu kaki di tari ke depan dan ke belakang hingga badan merendah untuk mengimbangi. Dalam Tari Gantar tidak ditemukan adanya ekspresi wajah sehingga mata, leher, dan kepala tidak berfungsi banyak.
c. Tata Busana
Penari wanita Tari Gantar biasanya menari dengan menggunakan kostum dan perlengkapan seperti:
1) Baju atasan
Baju atasan yang dipakai penari gantar yaitu baju model blus “You Can See” yang biasanya diberi rumbai-rumbai dipinggir lingkaran lengan bajunya, bentuk leher bundar kancing depan. Bahan yang dipergunakan kain polos biasa atau dari bahan tenun ulap doyo, bahan tenun ulap doyo ini bisa di dapat dari masyarakat Dayak Benuaq di Tanjung Isuy. Sebagai pengganti blus penari bisa juga mengenakan kebaya panjang atau setengah lengan yang terbuat dari bahan atau kain tenun.
2) Ta’ah
Bawahan penari Gantar menggunakan kain Sela atau Ta’ah dengan ukuran lebar 2 kali ukuran lingkaran pinggang. Diukir atau dihiasi uang logam. Bisa juga pinggirannya ditempel kain perca tang berwarna-warni. Bahan terdiri dari kain polos atau tenun doyo.
3) Hiasan kepala
Bagian kepala memakai Labung yaitu hiasan kepala yang diikat seputar kepala yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang disebelah belakang menempel kain lurus ke samping atau bisa juga penarinya memakai seraung yaitu topi lebar yang diberi hiasan pada bagian atas serta rumbai-rumbai yang berjuntai pada pinggiran topi. Sebagai perlengkapan penari menggunakan hiasan hiasan kalung manik batu beraneka warna dan pada pergelangan tangan perhiasan gelang manik batu beraneka warna atau gelang sulau yang terbuat dari logam atau tukang. Pada pergelangan kaki di pasang gelang kaki.
Lucky Club Casino site for South Africans to play in 2021
BalasHapusLuckyClub Casino is a reputable brand that accepts South African players and is one of the leading names luckyclub.live in the South African gambling industry. The gambling platform is licensed